Kita sebagai masyarakat Batak yang berbudaya,
tentunya perlu mengetahui sejarah dari budaya kita sendiri.Khususnya bagi
generasi Batak yang saat ini sering sekali kurang pengetahuannya mengenai budayanya
sendiri. Untuk itu saya menampilkan secercah dari sejarah Batak yang menjadi
salah satu kebudayaan di negeri kita ini.Saya berharap lewat tulisan ini
generasi Batak semakin peduli akan kebudayaannya,atau setidaknya mengetahui
sejarah budayanya sendiri,demikian juga dengan generasi budaya yang lainnya
agar termotivasi untu lebih mengenal budayanya sendiri.
Berikut saya tampilkan sejarah dari
adanya marga di budaya Batak :
Si
Raja Batak
memiliki 3 orang anak yaitu:
1. Guru Tatea Bulan (Naimarata).
2. Si Raja Isumbaon (Nai Sumbaon).
3. Toga Laut (merantau ke Gayo/Alas – Aceh).
1. Guru Tatea Bulan (Naimarata).
2. Si Raja Isumbaon (Nai Sumbaon).
3. Toga Laut (merantau ke Gayo/Alas – Aceh).
Guru
Tatea Bulan
memiliki 10 anak (5 laki-laki & 5 perempuan) yaitu:
1. Raja Uti, Raja Gumelenggeleng, Raja Biak-biak, Raja Hatorusan, Raja Nasora Mate, Raja Nasora Matua, Partompa Mubauba, Sipagantiganti Rupa.
2. Saribu Raja.
3. Siboru Pareme.
4. Siboru Biding Laut (Boru Anting Haomasan).
5. Limbong Mulana.
6. Siboru Anting Sabungan.
7. Siboru Haomasan (Bunga Haomasan).
8. Sagala Raja.
9. Malau Raja/Silau Raja.
10. Nantinjo Nabolon.
1. Raja Uti, Raja Gumelenggeleng, Raja Biak-biak, Raja Hatorusan, Raja Nasora Mate, Raja Nasora Matua, Partompa Mubauba, Sipagantiganti Rupa.
2. Saribu Raja.
3. Siboru Pareme.
4. Siboru Biding Laut (Boru Anting Haomasan).
5. Limbong Mulana.
6. Siboru Anting Sabungan.
7. Siboru Haomasan (Bunga Haomasan).
8. Sagala Raja.
9. Malau Raja/Silau Raja.
10. Nantinjo Nabolon.
Saribu Raja dan Siboru Pareme adalah anak kembar. Tanpa
sepengetahuan yang lain mereka berdua selingkuh dan Siboru Pareme akhirnya
berbadan dua. Akihirnya bocorlah rahasia ini dan mereka berdua dikenakan
hukuman mati. Tapi secara diam-diam Malau Raja (anak no. 9) membantu mereka
berdua untuk melarikan diri ke hutan.
Setelah lama tinggal dihutan, bertemulah Siboru Pareme
dengan Babiat Sitempang dan mereka kawin dengan meminta persetujuan Saribu
Raja. Saribu Raja menyetujui itu dengan beberapa persyaratan tentunya. Lalu
lahirlah Si Raja Lontung dengan wajah uli dan badan berbulu seperti
babiat/harimau.
Dari kecil sampai dewasa, Si Raja Lontung selalu lebih
pandai dari ayahnya (Babiat Sitempang) bila diajari segala macam hal. Akhirnya,
marahlah ayahnya karena ayahnya selalu kalah bila bertarung dengan dia. Maka
muncullah niat ayahnya untuk membunuh Si Raja Lontung. Siboru Pareme pun
membujuk suaminya untuk belajar lagi ke hutan untuk memperdalam ilmunya supaya
bisa mengalahkan anaknya kelak. Diam-diam Siboru Pareme membawa anaknya jauh
dari ayahnya agar bisa diselamatkan dari murka ayahnya.
Akhirnya mereka berdua meninggalkan hutan dan menuju ke
tepi Tao Toba untuk tinggal dan menetap disana (daerah sabulan). Setelah sekian
lama tinggal disana, dibujuklah Si Raja Lontung ini untuk mencari pasangan
hidup. Dia disuruh mencari paribannya untuk jadi istrinya di kampung tulangnya
di Sianjur Mula-mula. Katanya: `Disana kau akan menemukan pancuran/mata air
`Aek Si Pitu Dai’ dimana tempat boru ni tulangmu mandi-mandi’. Siboru Pareme
memberikan beberapa petunjuk dan persyaratan ke pada anaknya Si Raja Lontung
sebelum berangkat kesana. Dia memberikan cincin dan berkata kepada anaknya:’
Carilah yang mirip dengan wajahku, yang rambutnya sama denganku, dan gayanya
mirip dengan gayaku. Temui dan tegurlah dan katakanlah pesan ibumu ini, lalu
pasangkanlah cincin ini ke jarinya. Kalau cocok dijarinya, jangan dilepas
cincin tersebut tetapi bawalah dia dan jangan mampir lagi ke kampung tulangmu.
Maka berangkatlah Si Raja Lontung menuju ke Aek Si Pitu Dai
tempat dimana paribannya mandi-mandi. Tanpa sepengetahuan Si Raja Lontung,
ibunya pun pergi ke Aek Si Pitu Dai dengan memakai jalan yang lain. Dengan
waktu yang sudah diatur, sampailah ibunya terlebih dahulu ke Aek Si Pitu Dai
tersebut dan mandi-mandi disitu. Terlihatlah oleh Si Raja Lontung ada perempuan
sedang mandi-mandi disitu. Ditemui lah perempuan itu dan ditegurnya yang
ternyata cocok dengan persyaratan yang diberikan ibunya. Lalu dipasangkanlah
cincin yang dibawanya ke perempuan itu dan ternyata cocok juga. Lalu dibawalah
perempuan itu untuk dijadikan istrinya tanpa mampir lagi ke kampung tulangnya.
Jadi dibasa-basahon Tuhanta ma 9 ianakkoni Si Raja Lontung, mauliate ma di
Tuhan i.
Anak-anak
ni Si Raja Lontung (Lontung Si Sia Sada Ina):
1. Toga Sinaga (Bonor, Ompu Ratus, Uruk), Simanjorang, Simaibang, Barutu (Dairi), Bangun (Karo), Parangin-angin (Karo).
1. Toga Sinaga (Bonor, Ompu Ratus, Uruk), Simanjorang, Simaibang, Barutu (Dairi), Bangun (Karo), Parangin-angin (Karo).
2.
Toga Situmorang
(Raja Pande/Lumban Pande, Raja Nahor/Lumban Nahor, Tuan Suhut ni Huta, Raja
Ringo (Siringoringo Raja Dapotan, Siringoringo Pagarbosi, Siringoringo
Siagian), Raja Rea/Sipangpang, Tuan Ongar/Rumapea, Sitohang (Uruk, Tonga-tonga,
Toruan], Padang, Solin).
3.
Toga Pandiangan
(Ompu Humirtap/Pandiangan, Si Raja Sonang (Gultom, Samosir, Pakpahan, dan
Sitinjak), Harianja, dan Sidari).
Toga Samosir: Rumabolon, Rumasidari (Ompu Raja Minar, Ompu Raja Podu, dan Ompu Raja Horis/Harianja).
Toga Samosir: Rumabolon, Rumasidari (Ompu Raja Minar, Ompu Raja Podu, dan Ompu Raja Horis/Harianja).
Toga
Gultom ada
4 bagian:
a. Gultom Huta Toruan: Guru Sinaingan.
b. Gultom Huta Pea: Somorong, Si Palang Namora, dan Si Punjung. Si Palang Namora: Tumonggopulo, Namoralontung, Namorasende (Ompu Jait Oloan) dan Raja Urung Pardosi/Datuk Tambun (Namora So Suharon, Baginda Raja, Saribu Raja Namora Soaloon, Babiat Gelamun), Pati Sabungan].
c. Gultom Huta Bagot.
d. Gultom Huta Balian.
a. Gultom Huta Toruan: Guru Sinaingan.
b. Gultom Huta Pea: Somorong, Si Palang Namora, dan Si Punjung. Si Palang Namora: Tumonggopulo, Namoralontung, Namorasende (Ompu Jait Oloan) dan Raja Urung Pardosi/Datuk Tambun (Namora So Suharon, Baginda Raja, Saribu Raja Namora Soaloon, Babiat Gelamun), Pati Sabungan].
c. Gultom Huta Bagot.
d. Gultom Huta Balian.
4.
Toga Nainggolan:
a. Toga Sibatu (Sibatuara, Parhusip)
b. Toga Sihombar (Rumana hombar, Lbn. Nahor, Lbn. Tungkup, Lbn. Raja, Lbn. Siantar, Hutabalian, Pusuk, Buaton, Nahulae).
5. Toga Simatupang (Togatorop, Sianturi, Siburian).
6. Toga Siregar (Silo, Dongoran, Silali/Ritonga/Sormin, Siagian).
7. Toga Aritonang (Ompu Sunggu, Rajagukguk, Simaremare).
8. Siboru Amak Pandan, muli tu Toga Sihombing.
9. Siboru Panggabean, muli tu Toga Simamora.
a. Toga Sibatu (Sibatuara, Parhusip)
b. Toga Sihombar (Rumana hombar, Lbn. Nahor, Lbn. Tungkup, Lbn. Raja, Lbn. Siantar, Hutabalian, Pusuk, Buaton, Nahulae).
5. Toga Simatupang (Togatorop, Sianturi, Siburian).
6. Toga Siregar (Silo, Dongoran, Silali/Ritonga/Sormin, Siagian).
7. Toga Aritonang (Ompu Sunggu, Rajagukguk, Simaremare).
8. Siboru Amak Pandan, muli tu Toga Sihombing.
9. Siboru Panggabean, muli tu Toga Simamora.
Semoga tulisan
ini bermanfaat bagi kita semua dan kita dapat mengambil sisi positifnya untuk
kita.Terimakasih.