Tantangan Pendidikan di Era Digital: Sejuta Manfaat Teknologi
Serta Bahaya Yang Dihadirkan Dalam Lingkup Pendidikan
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa
kemajuan zaman saat ini menuntut setiap insan untuk mampu mengelola dan
menggunakan teknologi dalam setiap aspek kehidupannya. Suka ataupun tidak suka,
terima atau tidak terima semua orang harus tetap mengikuti kemajuan agar tidak
digilas zaman. Jika para pendidik pada zaman dahulu masih harus menggunakan
kapur dan papan tulis hitam sebagai alat bantu untuk menerangkan materi
pelajaran, maka dengan hadirnya in-focus sebagai hasil kemajuan zaman,
pendidik tidak perlu lagi mengotori tangan dan menghabiskan waktu serta tenaga
untuk mencatat materi pelajaran, cukup
dengan mengetikkan materi yang akan diajarkan ke dalam power point dan jika
perlu menambahahkan fitur pendukung dari internet, maka ringkasan materi yang
akan diajarkan siap untuk ditampilkan di depan kelas. Bagi peserta didik jika
dulu harus mencatat berlembar-lembar materi dibuku, maka saat ini hanya perlu
meng-copy materi dari guru melalui flash disk, email atau bahkan tinggal buka
web yang memuat informasi yang lebih lengkap. Selain menghemat waktu, kemajuan
teknologi digital ini juga membuat pihak yang menggunakannya mengalami
kemudahan dalam melakukan segala hal dan membuatnya lebih inovatif dan kreatif
dalam berfikir jika dimanfaatkan dengan baik.
Di
abad 21 ini jelas bahwa penggunaan teknologi digital sudah menjadi kebutuhan
yang semakin meluas di masyarakat, bahkan menjadi bagian yang hampir tidak
dapat dipisah dari setiap aspek kehidupan sosial saat ini bahkan dalam dunia
pendidikan. (Hendriani, 2018) Manusia mengalami revolusi teknologi
melalui peningkatan yang dramatis pada penggunaan computer, internet, dan smart-phone, disamping televisi dan
media elektronik lain yang lebih dahulu ada (Santrock dalam (Hendriani, 2018) ) . Dari mulai anak-anak, remaja, dewasa
hingga lanjut usia menjadi pengguna aktif teknologi digital yang digunakan
untuk berbagai keperluan. Hal ini dikarenakan teknologi digital mewarkan
kemudahan pada setiap orang untuk memperoleh informasi dan hiburan, bersosialisasi,
berpartisipasi dalam komunitas, mengembangkan kreativitas, memperoleh
pendapatan, serta mengekspresikan identitas diri dalam berbagai cara dengan
cepat dan mudah (Lenhart, dkk, 2010; Livingstone, dkk.2005;Prensky, 2008 dalam (Hendriani, 2018) ) Berbagai kemudahan
tersebut menjadikan teknologi digital
menjadi kebutuhan utama pula dalam dunia pendidikan, hal ini didukung dengan adaptasi oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia untuk mengembangkan kurikulum baru dan sistem online serta
mengembangkan pendidikan menuju Indonesia kreatif 2045. (Murti, 2015) . Misalnya dengan adanya internet sebagai sebuah
perpustakaan besar untuk semua jenis informasi (Hidayat, Ariana, Hendriani, Zein, Cahyono, &
Wcaksono, 2018)
peserta didik dapat termudahkan untuk mencari sumber literasi yang mendukung
proses pembelajarannya seperti buku online,pangkalan data online, jurnal online
dan sumber referensi online; selanjutnya proses belajar dapat dikukan dimana
dan kapan saja (tidak dibatasi ruang dan waktu) dengan teknologi virtual;
mudahnya melakukan diskusi online dan konsultasi ke berbagai pihak yang mendukung
kemajuan belajar; peserta didik dapat lebih mandiri dan kreatif dalam mengolah
bakat serta kemampuannya melalui aplikasi e-learning
baik dalam bidang akademik ataupun non akademik, selain itu peserta didik
juga termudahkan untuk melakukan akses pada kemajuan pendidikan diluar negeri
dan mencari informasi beasiswa untuk lebih meningkatkan kompetensi peserta
didik dan tentunya lebih hemat biaya. (Anshori, 2016) . Konsep belajar bagi peserta didik juga
tidak harus berorientasi pada informasi yang diberikan oleh pendidik (teacher centered) yang tampaknya sangat
monoton, namun kini dengan teknologi proses belajar menjadi lebih fleksbel
dengan condong pada peserta didik (student
centered) sehingga terdapat elaborasi antara konsep pedagogy sekaligus andragody dalam proses pembelajaran.
Namun dibalik segudang kemudahan yang
disediakan teknologi digital dalam pendidikan sebagaimana telah dipaparkan
diatas, ada berbagai konsekuensi dan bahaya yang senantiasa mengintai bagi
peserta didik yang rentan terhadap penyalahgunaan yang akhirnya justru menjadi
masalah besar dalam dunia pendidikan.. Catatan riset menunjukkan bahwa adanya
anak-anak yang mengalami masalah perilaku seperti munculnya adiksi serta
penurunan kemampuan psikososial karena paparan teknologi digital sejak dini.
Hal tersebut kemungkinan terjadi ketika peserta didik melakukan pencarian
materi belajar melalui internet dengan kata kunci tertentu, sering berbagai
situs negative memuat kekerasan dan pornografi ikut muncul dan memungkinkan
untuk dibuka (Hendriani, 2016). Studi yang dilakukan oleh Beaver dan Paul pada tahun 2011 (Hendriani 2016) mencatat
bahwa 12% dari keseluruhan website yang ada di internet adalah website
pornografi, jumlah tersebut lebih banyak jika dibandingkan dengan website
sosial maupun pendidikan. KPAI menjabarkan bahwa sejak tahun 2011 hingga 2014
sebanyak 1.022 anak Indonesia menjadi korban kejahatan online. KPAI menjabarkan
bahwa sebesar 28% dari jumlah tersebut menjadi korban pornografi online, 21%
terjadinya pornografi anak, 20% prostitusi anak online, 15% menjadi target
penjualan CD porno dan 11% lainnya menjadi korban kekerasan seksual online. (Trinika, 2015) . Hal ini bukan saja
terjadi pada anak-anak namun juga remaja dan bahkan orang dewasa meskipun dalam
jumlah sedikit. Dampak yang paling jelas dari paparan situs pornografi ini
adalah munculnya adiksi, penyimpangan tingkah laku (coba-coba melakukan
hubungan sex), kesulitan berkonsentrasi dalam belajar karena paparan situs pornografi
tersebut merusak struktur otak anak dan remaja sebagaimana dampak yang dimunculkan
ketika orang menggunakan narkoba, sehingga terjadi penurunan prestasi belajar. (Mulya, Mudjiran, & Yarmis, 2012) .
Bahaya selanjutnya yaitu Cyberbullying (cyber stalking ) atau lebih dikenal kekerasan dunia maya, dapat
berupa buli, gosip, mengancam, mengucilkan, mengolok-olokan, memanggil dengan
nama melecehkan dan sebagainya yang menyebabkan korbannya mengalami depresi,
terisolasi, diperlakukan tidak manusiawi hingga berujung bunuh diri. (Kartadinata, 2018) . Menurut data dar
Center for Disease Control and Prevention (CDC), dalam rentang tahun 2010
hingga 2015, angka kasus bunuh diri cenderung meningkat bersamaan dengan
penggunaan media sosial di kalangan remaja Amerika Serikat. (Wismabrata, Michael Hangga, 2017) . Melihat bahaya
tersebut, peran pendidik dan orangtua
sangatlah dibutuhkan untuk melakukan
pengawasan serta pendidikan awal terkait penggunaan teknologi dan
pemanfaatannya secara benar sejak usia dini (anak hingga remaja) sebelum mereka
dihadapkan langsung dengan teknologi, sebagaimana mengingat bahwa konsep
belajar untuk anak dan remaja adalah
pedagogy yang mana peserta didik masih sangat membutuhkan arahan dan didikan
selama proses belajarnya.
Masalah umum lainnya dilingkungan
pendidikan tinggi yaitu akibat menurunnya keingintahuan dan usaha untuk mencari
sumber referensi lain dari perpustakaan atau buku lainnya karena kemudahan yang
disediakan internet sehingga mengakibatkan perilaku plagiatisme, bagi mahasiswa
yang seyogiyanya menerapkan konsep belajar andragogy
yaitu sistem belajar mandiri justru menjadi tergantung pada kemudahan
teknologi dan yang pasti mempermudah terjadinya pelanggaran terhadap Hak Atas
Kekayaan Intelektual (HAKI) yang mana hal ini jelas merusak moral generasi
penerus, bahkan ketika ketergantungan pada teknologi berlebihan akan menyebabkan
peserta didik merasa lemah dan tidak menyadari kompetensi dirinya, sehingga
cenderung melakukan bunuh diri karena merasa tidak mampu melakukan apapun tanpa
bantuan teknologi, hal ini sangat jelas terlihat pada abad ini.
Teknologi memang jelas mempermudah
pekerjaan, akses informasi dan pendidikan,
serta hal lainnya, namun jika tidak dimanfaatkan dengan benar dan tidak
diimbangi pendidikan moral serta pengawasan justru memberi dampak negative
seperti yang telah dijelaskan yaitu rusaknya moral, meningkatnya resiko
kejahatan dunia maya, dan membuat peserta didik menjadi malas. Tidak salah
memanfaatkan teknologi dalam dunia pendidikan, memang sewajarnya pendidikan
harus tetap mengikuti kemajuan, hanya saja ketika pendidikan terlalu berpusat
pada teknologi, peserta didik yang seyogiyanya masih membutuhkan arahan dan
pendidikan moral menjadi kaku dan tidak memahami aturan dan tata aturan
penggunaan teknologi. Oleh karena itu , kolaborasi tanggungjawab pendidikan antara
keluarga, sekolah, dan masyarakat harus semakin diperkuat, untuk mendidik dan memberi
pengawasan terhadap penggunaan teknologi. Selain itu pemerintah juga perlu ikut
andil dalam mengantisipasi penyebaran konten-konten negative atau tidak pantas
dimedia sosial seperti pornografi, bully dan unsur kekerasan lainnya dengan
membuat aturan yang jelas dalam penggunaan teknologi. Sehingga tujuan
pendidikan untuk melahirkan generasi penerus yang kritis, cermat, kompeten,
beretika, kreatif, inovatif, berakhlak mulia untuk kemajuan bangsa dapat
dicapai dengan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, S. (2016). Strategi
Pembelajaran di Era Digiital: Tantangan Profesonaliisme Guru di Era Digital. Prosiding
Temu Ilmiah Profesional Guru, 5-7.
Hendriani, W. (2018).
Resiliensi Psikologis Sebuah Pengantar. Jakarta: Prenadamedia Group.
Hidayat, I. W.,
Ariana, A. D., Hendriani, W., Zein, R. A., Cahyono, R., & Wcaksono, D. A.
(2018). Keterampilan Belajar (study skill) untuk Mahasiswa. Jakarta:
KENCANA.
Kartadinata, S.
(2018). Tantangan Pendidikan dalam Era Digital. Jakarta Barat: Jabar
Ekspres Online.
Mulya, H. R.,
Mudjiran, & Yarmis, S. (2012, January). Dampak Pornografi Terhadap
Perilaku Siswa dan Upaya Guru Pembimbing Mengatasinya. Jurnal Ilmiah
Konseling, 1, 1-8.
Murti, K. E. (2015).
Kerikulum Pendidikan 2013. Jurnal Pendidikan, 2-6.
Trinika, Y. (2015).
Proses Resiliensi Individu Terhadap Perubahan Kondisi Fisik Menjadi
Penyandang Disabilitas (Grounded Theory pada Penyandang Tunadaksa). Disertasi:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Airlangga, 7-11.
Wismabrata, Michael
Hangga. (2017). Benarkah Media Sosial dapat picu Remaja untuk Bunuh diri?
Jakarta: Kompas.com.
Nama : Dina
Hutasoit
NIM :
161301039
KELOMPOK : XIV (14)
Daftar Pustaka
Iwan Wahyu Widayat,
M.Psi.,Psikolog, dkk. 2018. Keterampilan Belajar (study skills) untuk
Mahasiswa. Jakarta: Kencana.
Hendriani, W. 2015. Proses
Resiliensi Individu Terhadap Perubahan Kondisi Fisik Menjadi Penyandang
Disabilitas (Grounded Theory pada
Penyandang Tunadaksa). Disertasi. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga.
Hendriani, W. 2018.
Resiliensi Psikologi Sebuah Pengantar. Jakarta: Prenadamedia Group.
Kuntari Eri Murti, Artikel
Kurikulum Pendidikan 2013, (Diakses 17 Desember 2018)
Trinika, Yulia. 2015. Pengaruh Penggunaan Gadget Terhadap
Perkembangan Psikososial Anak Usia Prasekolah (3-6 tahun). Skripsi. Universitas
Tanjungpura, Pontianak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar